Kamis, 31 Mei 2012

LEPROSY, don't call us MONSTER!

(photo above: the leper) "Please raise your hand if you are not afraid of people with leprosy!?" Things were quiet enough that I got from the representative answers the questions above. So sad, the rapid growth and development of modern society are not same with public knowledge of health and disease. Perhaps many people do not know well about leprosy, so first let's call the word leprosy with Morbus Hansen, to make it look not scary and exciting to learn. Morbus Hansen in the public eye seem like a cruel curse that can not be cured. People who contract the disease will have ulcers and body shape winding stump even ugly. Disgusting! Unclean! Scary! Contagious! And other stigma will appear alternately in the minds of people who are not familiar with this disease either. Morbus Hansen is not something so weird like common people think. People should know that Morbus Hansen is NOT easy to spread. If the victims have drunk medicine even only once, they will not infected others.
(photo above: the saddle nose of leper) This project I take when I did internship program at Sumber Gagah hospital, the biggest leprosy hospital in east java province, indonesia. I lived there for two weeks with the lepers. I was studying about how to take care, to cure and to build good relationship with them. It's so amazing experience to live together among them. They just the same with us, they laugh, they talk, they eat, they play, they sing, they work even they have limitation with their shape. Some of them are less confidence through their limitation, some not. It's just my pleasure to encourage them to be confidence.
(photo above: the lepers wear special shoes to therapy their drop foot) They may have unperfect shape, but we have to help them to build perfect spirit to keep them life. Don't call them monster, it's just about the shape, but inside they're great fighter to life in unperfect condition. Lets erase the stigma. Morbus Hansen a.k.a Leprosy is friend of us :)
(photo above: the daughters of lepers, they're normal,it's a prove that leprosy is not easy to spread.)
(photo above: the doctor and the medical team work together in operation room to help the leper, it's an amputation)
(photo above: they also love texting :) )
(photo above: work on girls ;) )
(photo above: mr. hudi still goes working even he stand with his leg phantom)
(photo above: removing dirt and callous from the foot of leper)
(photo above: the headmen of leprosy village around the hospital)
(photo above: cheers, mom!)
(photo above: the sweety, even though his father is an ex-leper)
(photo above: lets practice walking, buddy!)
(photo above: see this smile!)

Kamis, 26 April 2012

AMPEL, festive night at KAMPOENG ARAB

Nama wisata religi Sunan Ampel sudah melanglang buana di seantaro bumi Indonesia, yah bagaimana tidak, Sunan Ampel adalah salah satu dari Wali Songo atau sembilan Sunan yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Saking terkenalnya wisata religi ini, peziarah yang datang pun bermacam-macam orang dari seluruh Indonesia. Nah, di bulan Ramadan ini pastilah wisata religi Ampel menjadi semakin menarik untuk dinikmati. Saya tertarik untuk mengamati seluk beluk Ampel lebih dalam lagi, terutama heritage track di Kampung Arab yang sering terlupakan untuk sekedar dilirik oleh para peziarah. Saya segera menghubungi seorang teman yang berdomisili di daerah Ampel, Ismail namanya. Ismail adalah seorang arab turunan ke-5, nenek moyangnya adalah seorang pedagang dari yaman yang hijrah ke Indonesia pada tahun 1800-an. Ismail bercerita kepada saya bahwa mengunjungi Ampel itu sebaiknya pada malam hari saja karena semakin malam suasana akan makin meriah dan menarik. Maka bersiaplah saya untuk mengarungi perjalanan malam ini. Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, begitulah tulisan yang terpampang di sebuah gapura kokoh yang nampaknya menyambut dengan ramah semua peziarah yang datang. Dari gapura tersebut mulai terasa suasana heritage yang sangat kental, saya terkagum-kagum dengan bangunan-bangunan tua di kiri dan kanan jalan. Beberapa dari bangunan bertekstur Eropa klasik tersebut masih memiliki papan nama kuno yang bertuliskan nama pemilik pertamanya, tentu saja bangunan tersebut sudah turun temurun diwariskan dari satu generasi ke genarasi yang lain. Uniknya, bangunan-bangunan kuno ini sengaja dibiarkan dan tidak banyak diubah, kekokohan kusen-kusen pintu dan jendela dengan ukiran yang khas dan pagar-pagar yang sudah berkarat pun dibiarkan teronggok manis untuk setiap mata yang ingin meliriknya. Bahkan ada beberapa bangunan kuno yang masih dihuni di tempat ini yang sudah menjadi bangunan cagar budaya dan tidak boleh di pugar.
Betapa terbelalaknya saya ketika menyusuri Jalan KH Mansyur yang dikelilingi dengan bangunan tua ini. Suasana begitu ramai dan hiruk pikuk dengan orang-orang dan kendaraan berlalu lalang. Ini bukanlah hiruk pikuk biasa yang disebabkan kemacetan jalanan. “Hari jumat, harinya orang Arab.” Kilah ismail singkat dan membuat saya langsung paham akan keramaian ini. Di sepanjang kanan kiri jalan Nampak warung-warung masakan timur tengah yang ramai akan pembeli. Saya menyimak satu per satu menu-menu yang asing di lidah Jawa saya, mulai gule roti maryam, sate kambing muda, nasi briani, nasi kebuli, kambing oven, marak kambing, susu kambing, kopi rempah hingga jus korma. Saya juga melihat beberapa pria Arab yang terkenal dengan ketampanannya berlalu lalang dengan pakaian jubah putih lengkap dengan peci, sepertinya mereka sedang bersiap untuk salat tarawih. Wanita-wanita arab juga tak kalah menarik untuk diamati, mereka kebanyakan memakai jubah hitam seperti kebanyakan yang saya lihat di televisi, dan mereka sangat cantik dan anggun berlalu lalang naik becak di sepanjang jalan. Selaian makanan khas timur tengah, di sepanjang jalan ini juga ada beberapa toko milik orang arab yang berjualan bibit parfum, kurma, buku dan kitab, hingga jamu dan obat-obatan khas arab.
Di antara bangunan toko-toko kuno tersebut ada sebuah bangunan kuno yang lebih besar yang mencuri perhatian saya, Hotel Kemadjoean namanya. Di depan pintu hotel tersebut tertulis hotel itu sudah berdiri sejak tahun1928. Hotel kuno ini tetap ramai sampai sekarang karena selain harganya terjangkau dan antik, hotel ini telah turun temurun menjadi persinggahan para pedagang dari luar Pulau Jawa yang kulakan bahan dagangannya untuk dijual kembali di kota asal mereka. Seorang tukang becak yang menyapa saya bercerita bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kemeriahan hari jumat di sini, semua warga kampung arab dan para pedagang yang singgah bertumpah ruah dan bersuka cita di jalanan. Suasana ini tak ayal membuat saya berkhayal tingkat super seperti sedang berada di kota Damaskus kecil atau tepian kota Baghdad yang ramai.
Heritage track night ini saya lanjutkan terus hingga ke jalan panggung, makin menyusuri jalan panggung ini kita akan makin terbius dengan suasana kota tua. Bangunan kuno di jalan ini memang sudah tidak ditempati lagi oleh pemiliknya, hanya menjadi gudang-gudang tua tempat penyimpanan barang dagangan mereka. Di jalan ini juga ada sebuah masjid tempat para orang Arab kebanyakan menjalankan ibadahnya sehari-hari, Masjid Serang namanya. Jika anda ingin merasakan suasana tarawih yang berbeda saya menyarankan anda untuk salat di masjid Serang atau masjid-masjid lain di sekitar wilayah Ampel ini. Masjid-masjid disini menjalankan salat tarawih seperti di Makkah, dengan surat-surat pendek yang dibaca adalah satu jus Quran khatam perharinya, jadi pas sekali, tiga puluh hari Ramadan untuk tiga puluh jus Quran. Jalan Panggung ini juga terkenal dengan tempat praktek Habib-Habib Arab yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Ibu Rohmah, seorang wanita paruh baya berdarah Madura menceritakan kepada saya bahwa praktek Habib Syah-lah yang paling terkenal di wilayah ini, bahkan selain menyembuhkan penyakit, Habib Syah juga sering didatangi anggota DPR dan pejabat-pejabat ibu kota untuk meminta nasehat. Ibu Rohmah juga bercerita bahwa tarif pengobatan di Habib Syah adalah membayar semampunya untuk orang yang tidak mampu, wah sungguh mulia sekali perbuatan Habib Syah ini. Selain itu saya juga melihat banyak anak kecil berdarah arab yang berkeliaran di jalan ini, beberapa dari mereka nampak asyik bermain petasan dan membolos salat tarawih. Saya sempat bercakap-cakap dengan anak-anak berwajah tampan tersebut. Mereka bercerita bahwa mereka tidak bisa berbahasa Arab, bahkan mereka tampak sangat lancar sekali menggunakan Bahasa Jawa dan diselingi sedikit Bahasa Madura dalam percakapan mereka. Dari hal ini nampak bahwa akulturasi antara budaya Arab, Jawa dan Madura sudah menjadi sebuah harmoni yang berdampingan di daerah ini.
Saya pun melanjutkan track malam yang asyik ini ke arah Jalan Sasak, tidak jauh beda dengan suasana di Jalan KH Mansyur, di sepanjang jalan ini banyak pedagang di kanan kiri jalan, dari jalan ini ada sebuah pintu gerbang yang akan membuat kita langsung sampai di Masjid Ampel. Jalan sepanjang pintu gerbang ini adalah sebuah pasar yang padat dengan orang berdagang. Selain para pedagang yang berjualan pakaian, tasbih kokka (tasbih dari kayu yang dipakai nabi nuh untuk membuat kapal semeseta), kopyah, pernak pernik islam, di pasar ini juga ada pedagang yang berjualan benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan magic, di antaranya adalah batu akik dan bambu patil lele. Bambu ini adalah bambu langka yang mempunyai cabang peruasan yang tidak wajar, dalam kepercayaan Jawa bambu ini dipercaya dapat mengusir kejahatan dan mendatangkan rejeki. Wah, tenyata memang sungguh bermacam-macam sekali dagangan di pasar ini. Ibu muslimah, seorang pedagang pakaian muslim bercerita bahwa suasana pasar ini sengaja diciptakan seperti suasana Pasar Seng di Makkah, sehingga peziarah yang datang akan merasakan seperti sedang menjalankan ibadah haji. Wah, saya menjadi merasa beruntung sekali sudah mencicipi Pasar Seng made in Indonesia ini.
Suasana di masjid ampel sangatlah ramai, banyak peziarah yang datang untuk beribadah dan mengaji. Masjid kokoh yang pernah menjadi masjid terbesar kedua di Surabaya ini sudah berdiri sejak tahun 1421 Hijriyah, pendirinya adalah Sunan Ampel sendiri. Struktur bangunan yang ditopang dengan tiang-tiang kayu kokoh menunjukkan betapa megahnya masjid bertekstur Jawa dan sedikit Eropa kuno ini. Di dalam masjid ini juga ada kompleks perkuburan sunan wali songo, saya melihat banyak peziarah yang berdoa di sana, sayangnya di kompleks ini kita tidak boleh mengambil gambar, padahal cukup menarik untuk dilihat. Masjid ini tidak pernah sepi oleh peziarah, makin malam suasana akan makin ramai. Juru masjid bercerita kepada saya bahwa sejak malam ke-21 salat tarawih di Masjid Ampel selalu dialihkan menjadi tengah malam dengan harapan mendapat malam Lailatul Qadr, beliau juga menambahkan makin banyak hari Ramadan di masjid ampel malah makin ramai tidak seperti di masjid-masjid lain yang makin sepi jamaa’ahnya. Sungguh meriah sekali malam ramadan di kawasan Ampel dan juga di kota tua kampung Arab yang jarang sekali dilirik oleh peziarah. Saya sangat meng-highly recommended-kan tempat ini bagi para traveler pecinta budaya dan heritage trip. Kawasan ini juga mudah saja dicapai karena dekat dengan kota, kita bisa naik angkutan kota O jurusan pasar turi dan dilanjutkan dengan angkutan kota D jurusan ampel, atau kalau ingin yang lebih seru kita bisa naik becak dari JMP (Jembatan Merah Plaza) hingga berkeliling kawasan Ampel.
*tulisan ini dimuat di majalh infobackpacker edisi 9, untuk mendownload majalah klik di sini ya sayangs!

KUTAI, lets save the loveable ORANG UTAN

Saya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Pongo pygmaeus alias orang utan sejak melihat gerak-gerik mereka di kebun binatang surabaya. Tatapan sendu dan berkaca-kaca yang terpancar dari sepasang mata bulat itu senantiasa membuat hati saya bergetar. Pedih rasanya ketika melihat mereka tak hentinya melambaikan tangan kepada pengunjung, meminta kacang atau pun secuil roti untuk mengisi perut. Para pengunjung pun tak mengindahkah tulisan: dilarang memberi makanan kepada satwa, semakin banyak kacang yang mereka lempar ke dalam kandang, semakin menarik tontonan yang mereka dapatkan. Entah karena stok makanan dari kebun binatang yang kurang atau karena sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh para pengunjung, tak habis pikir rasanya melihat tingkah orang utan yang tidak jauh berbeda seperti pengemis jalanan itu. Melihat fenomena ini, saya tergelitik untuk melakukan perjalanan ke dalam hutan borneo, menengok orang utan liar dengan kehidupannya yang masih alami. Pilihan saya jatuh kepada Taman Nasional Kutai di Kalimantan timur, karena menurut informasi yang saya dapatkan, kawasan Prevab Mentoko di Taman Nasional ini merupakan stasiun penelitian orang utan liar, di mana orang utan dibiarkan hidup alami seperti di habitat aslinya tanpa diberi bantuan makanan atau pemeliharaan. nah, kawasan yang nature seperti inilah yang saya butuhkan untuk mempelajari dan mengamati keunikan orang utan lebih lanjut. Taman Nasional Kutai terletak di kota Sangatta, sekitar 5-6 jam dari kota Balikpapan, dan dapat ditempuh dengan bus ataupun mobil travel yang banyak tersedia di terminal. Apabila melakukan perjalanan siang hari, mata kita akan dibius dengan betapa hijaunya hutan Kalimantan yang menjadi jantung dunia ini. Jalanan antar kota di provinsi ini sungguh berliku dan berbukit, dilengkapi pula dengan sopir-sopir yang hobi ngebutnya membuat kita ingat akan tuhan dan bermacam-macam lantunan doa. Saya sangat menyarankan obat anti mabuk perjalanan untuk dikonsumsi lebih dahulu bagi mereka yang tidak biasa dikocok perutnya. Ada baiknya jika kita singgah dahulu di kota Samarinda, menikmati indahnya Mahakam yang maha luas dan melanjutkan perjalanan esok harinya dari terminal Lempake menuju kota Sangatta. Sasaran saya adalah kawasan prevab Mentoko Taman Nasional Kutai, minimnya informasi tentang stasiun penelitian orang utan liar ini tidak membuat saya berkecil hati. Karena berkunjung pada hari Minggu, balai kantor taman nasional kutai yang terletak di kota Bontang pun tutup. Banyak cara menuju Roma, maka saya putuskan untuk mampir dan mencari informasi di kawasan wisata Sangkima Taman Nasional Kutai. Kawasan wisata Sangkima merupakan kawasan wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan karena aksesibilitasnya yang paling mudah dan berada di pinggir jalan poros km 38 kota Bontang-Sangatta. Kawasan wisata sangkima sungguh rindang dengan pepohonan hijau yang tinggi, di sini juga terdapat pohon ulin raksasa dengan diameter 2,5 meter, tempat camping, jembatan gantung dan jembatan sling yang menantang adrenalin kita. Petugas di kawasan wisata Sangkima sungguh baik hati dan memberi saya informasi penting bagaimana cara menuju kawasan prevab mentoko, dilengkapi pula dengan contact person yang harus saya hubungi nanti. Segera setelah itu saya melanjutkan perjalanan dengan penuh senyum kemenangan. Rute yang harus saya tempuh adalah kota Sangatta-kantor desa kabo jaya-dermaga papa Charlie. Malangnya, sopir travel tidak tahu di mana kantor desa kabo jaya itu, sehingga saya diturunkan di pertigaan desa kabo. Sambil sedikit basa-basi dan tanya orang-orang yang sedang nongkrong di warung, saya menanyakan bagaimana caranya menuju dermaga papa charlie. Malangnya lagi, tidak seorang pun warga desa kabo yang tahu tentang dermaga yang menjadi pintu masuk ke kawasan stasiun penelitian orang utan liar yang terletak di desa mereka sendiri. Setelah menelepon berkali-kali pada contact person yang saya dapatkan di Sangkima tadi akhirnya terhubung juga kepada Pak Supian, penjaga prevab mentoko, entah karena sinyal yang sulit atau hujan yang deras sekali siang itu sehingga saya agak kesusahan menelepon mereka. Pak Supian menjelaskan kepada saya untuk segera menuju kantor desa kabo jaya, dermaga papa charlie terletak di dekat kantor desa tersebut, beliau akan mengutus petugas kapal untuk menjemput saya di tepian sungai. Segeralah saya naik ojek saat itu juga ketika hujan mulai mereda dan matahari mendadak panas sekali, yah, sungguh ekstrim cuaca di pulau borneo ini.
Setibanya di kantor desa kabo jaya, saya beruntung sekali bertemu dengan seorang pegawai prevab yang akan mengantar bule menyebrang. Ternyata pelabuhan papa charlie terletak di bawah kantor desa kabo jaya, tepat di tepian sungai sangatta yang terkenal dengan buaya-buaya buas pemangsa manusia. Segera setelah itu saya menyebrang sungai dengan kapal bermotor kecil yang disediakan oleh pihak taman nasional kutai. Sekitar 15 menit perjalanan sungai, saya pun tiba di kawasan prevab mentoko. Sungguh takjub sekali rasanya, kawasan ini terletetak agak dekat dengan tepian sungai akan tetapi tertutupi oleh hijaunya pohon-pohon rindang. Terdapat pondok kayu yang disediakan sebagai tempat menginap para pengunjung dan peneliti, sungguh sederhana tapi kokoh terlihat. Bekas hujan tadi sore membuat hawa kayu-kayu yang basah makin sejuk membelai hidung saya. Saya disambut begitu baik dengan para petugas dan ranger hutan yang terlihat senang karena ada wisatawan dalam negeri yang akhirnya berkunjung. Ternyata jumlah wisatawan dalam negeri yang berkunjung ke tempat ini sangatlah sedikit, hampir separuh jumlah wisatawan manca negara setiap bulannya. Mirisnya, warga sekitar kota Sangatta pun banyak yang tidak tahu tentang kawasan perlindungan orang utan ini.
Pak supian, pak mardian dan pak hasanuddin, mereka bertiga bekerja merangkap sebagai ranger hutan dan penjaga tempat ini. Sambil menikmati buka puasa setelah perjalanan panjang ini, saya bercengkerama dengan beliau-beliau yang ahli masalah per-orang utan-an ini. Kepada saya, mereka bercerita bagaimana uniknya orang utan sehingga harus kita jaga kelestariannya. Orang utan berbeda dengan primata lain, penambahan jumlah mereka sangatlah lambat apabila dibandingkan dengan primata lain. Salah satu penyebabnya adalah seorang induk orang utan tidak akan beranak lagi sampai anak mereka berusia 6 tahun, dan selama 6 tahun itulah sang induk akan menggendong dan membesarkan sang anak kemana pun dia pergi. Sungguh ibu yang baik sekali, bahkan manusia yang diwajibkan memberi ASI ekslusif selama 6 bulan saja tidak semua bisa melaksanakannya. Di tambah lagi masalah yang sedang santer terjadi adalah pembabatan hutan untuk pembukaan lahan baru, sehingga mengganggu habitat asli dimana orang utan hidup dan mendapat makanan. Akibatnya banyak orang utan yang dibantai karena dianggap hama atau pengganggu. Banyak pula orang utan yang dibunuh begitu saja karena kedapatan mencuri di ladang milik penduduk, padahal mereka hanya sekedar mencari makananan pengganti atas sumber makanan mereka di hutan yang telah di babat habis oleh manusia. Kebakaran hutan dankekeringan juga merupakan salah satu hal lain yang membuat habitat alami orang utan makin terbatas. Yang lebih mengerikan lagi, trio ranger ini bercerita bahwa ada pula sekelompok pemburu yang sengaja berburu orang utan untuk di makan dagingnya. Saya sungguh tidak habis pikir akan kekejian manusia kepada orang utan, saya kira kehidupan mereka di alam mungkin lebih baik daripada di balik jeruji kebun binatang, ternyata hidup di alam pun sekarang banyak mengalami ancaman yang serius. Trio ranger juga bercerita kepada saya bagaimana takjubnya melihat orang utan membuat kandang mereka sendiri dari ranting-ranting pohon, bagaimana lengan-lengan yang panjang itu mematahkan satu ranting ke satu ranting lain lalu membentuknya menjadi sebuah sarang melingkar yang melindungi mereka dari hujan dan pemangsa. Orang utan dikawasan ini merupakan orang utan liar yang dibiarkan hidup alami, mereka dibiarkan mencari makan sendiri agar tidak bergantung pada manusia dan tetap lestari hidup dari satu pohon ke pohon lain. Habitat asli orang utan adalah pohon, orang utan yang berjalan di tanah bukanlah orang utan liar, begitu penjelasan trio ranger kepada saya. Obrolan yang menambah wawasan saya tentang orang utan ini terpaksa harus dihentikan karena saya harus melakukan track malam keliling hutan mencari tarantula, bersama dengan pak mardian dan sekelompok wisatawan asal ceko.
Selain orang utan, kita dapat menemui flora dan fauna lain yang yang terdapat dalam hutan ini. Semuanya kebanyakan hewan dan tumbuhan baru yang selalu membuat saya bersorak kegirangan karena belum pernah bertatap muka dan berkenalan secara langsung sebelumnya. Saya senang sekali ketika melewati hutan tengah malam dengan penerangan headlamp dan beberapa kunang-kunang yang berkali-kali melintas memberi penerangan tambahan, belum lagi ketika saya mendapati sebuah tarantula besar yang merayap keluar dari liangnya, tangan-tangan yang panjang dan berbulu halus berwarna hitam pekat itu sungguh terlihat jahat dan garang sekali. Keesokan paginya, tracking masuk hutan dilanjutkan untuk berburu orang utan, berburu gambar saja tentunya. Setelah jalan kaki sekitar 1 km ke dalam hutan, saya dan rombongan bule dari belanda mendapati seekor induk orang utan sedang asik menikmati dedaunan di atas pohon sambil menggendong anaknya. Kami semua sungguh takjub dibuatnya, dengan kedua lengannya yang panjang itu sang induk lincah sekali meraih ranting-ranting yang jauh dari tempatnya duduk. Para ranger hutan menjelaskan kepada kami bahwa kami tidak boleh berada pas di bawah pohon tempat orang utan berada, karena sesekali mereka suka menjatuhkan ranting. Selain itu, para ranger juga bercerita bahwa jangan pernah sekali-kali mengganggu atau mengambil anak orang utan yang ada induknya, sang induk akan marah dan menjadi buas sekali, bahkan tak akan segan menyerang manusia sampai bisa mendapatkan anaknya kembali. Sungguh induk orang utan sangat pantas untuk mendapat gelar kehormatan, the best smart mom ever. Selain orang utan, saya juga mendapati flora dan fauna lain yang lebih mudah diamati pada siang hari. Fauna seperti kelana pinang, luwing, kupu-kupu hidung panjang atau yang biasa disebut lunlim, laba-laba, serangga-serangga lain, burung-burung dan reptil. Apabila melanjutkan perjalanan hingga ke muara sungai, kita bisa melihat habitat asli bekantan atau kera hidung panjang. Kalau beruntung, kita juga bisa melihat rusa sambar, kancil, bajing kerdil bertelinga hitam, kura-kura kaki gajah dan ular phyton. Untuk flora saya sungguh takjub melihat pohon-pohon besar yang belum pernah saya jumpai di mana pun sebelumnya, ada pohon ulin, pohon raja, pohon hitam, ada pula tumbuhan pasak bumi, anggrek, rotan, tumbuhan paku, lumut, jamur, kantong semar dan banyak lagi yang lain.
Prevab mentoko taman nasional kutai adalah tempat yang sangat worth untuk dikunjungi, di mana kita tidak hanya berbagi dengan alam, tetapi juga merasakan langsung bagaimana berkenalan dan berbagi cerita agar alam dapat terus dijaga kelestariannya. Mari menyayangi alam seperti menyayangi diri kita sendiri.
Price list Bus Balikpapan-samarinda: rp 25.000,- (atau travel rp 60.000,-) Travel samarinda-sangatta: rp 80.000,- (bisa hubungi travel andi 081346625633) Ojek dari desa kabo-dermaga papa charlie: rp 15.000,- (bisa hubungi ojek irvan 085731727727) Sewa kapal dari taman nasional, sungai sangatta-prevab: rp 300.000,- (bisa sharing) (bisa hubungi pak supiani 081346348803 atau kantor taman nasional kutai 054827218 / 054822946 atau pak sumidi 082157525231 / 08159724106) Penginapan selama di prevab: rp 100.000,- per malam (bisa sharing, satu kamar ada yang berisi sampai 3 bed) Ranger hutan: rp 200.000,- (bisa sharing) Makan selama di prevab: rp 60.000,- Tiket masuk: rp 1.500,- (per orang) Kamera: rp 3.000,- (per kamera) *tulisan ini dimuat di majalah infobackpacker edisi 11, untuk mendownload klik di sini sob!

Senin, 16 April 2012

hai pembolos

Wah so long time no see!!
Kayaknya hampir setahun deh blog saya ini nyaris tak tersentuh
Yah singkat cerita saya sedang terjebaj dengan kesibukan kuliah, mulai dari skripsi dan lanjut kegiatan profesi yang bukan lagi cukup mencuri waktu tapi juga sudah mencuri segalanya, waktu, harta dan LIBURAAAAAAAN… ARGHHHHH
Tapi yah traveling rasanya udah jadi sembako buat saya, so, bolos dan kabur udah jadi suatu kebiasaan yang tidak bisa saya hindari, semakin menjalani profesi semakin lihai skill bolos saya :D
Apa pun itu, saya percaya, jika kita berniat pasti ada jalan yang dikirimkan Tuhan
Salah satunya ya lewat bolos itu tadi. Bolos itu bukan dosa, bukan nakal, tapi itu adalah salah satu jalan yang diberikan cuma-cuma oleh Tuhan. Tinggal bagaimana sikap kita untuk berani atau tidak menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin
Terimakasih Tuhan atas jalan kemudahanMu
Love You much
:*