Kamis, 26 April 2012

AMPEL, festive night at KAMPOENG ARAB

Nama wisata religi Sunan Ampel sudah melanglang buana di seantaro bumi Indonesia, yah bagaimana tidak, Sunan Ampel adalah salah satu dari Wali Songo atau sembilan Sunan yang menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Saking terkenalnya wisata religi ini, peziarah yang datang pun bermacam-macam orang dari seluruh Indonesia. Nah, di bulan Ramadan ini pastilah wisata religi Ampel menjadi semakin menarik untuk dinikmati. Saya tertarik untuk mengamati seluk beluk Ampel lebih dalam lagi, terutama heritage track di Kampung Arab yang sering terlupakan untuk sekedar dilirik oleh para peziarah. Saya segera menghubungi seorang teman yang berdomisili di daerah Ampel, Ismail namanya. Ismail adalah seorang arab turunan ke-5, nenek moyangnya adalah seorang pedagang dari yaman yang hijrah ke Indonesia pada tahun 1800-an. Ismail bercerita kepada saya bahwa mengunjungi Ampel itu sebaiknya pada malam hari saja karena semakin malam suasana akan makin meriah dan menarik. Maka bersiaplah saya untuk mengarungi perjalanan malam ini. Kawasan Wisata Religi Sunan Ampel, begitulah tulisan yang terpampang di sebuah gapura kokoh yang nampaknya menyambut dengan ramah semua peziarah yang datang. Dari gapura tersebut mulai terasa suasana heritage yang sangat kental, saya terkagum-kagum dengan bangunan-bangunan tua di kiri dan kanan jalan. Beberapa dari bangunan bertekstur Eropa klasik tersebut masih memiliki papan nama kuno yang bertuliskan nama pemilik pertamanya, tentu saja bangunan tersebut sudah turun temurun diwariskan dari satu generasi ke genarasi yang lain. Uniknya, bangunan-bangunan kuno ini sengaja dibiarkan dan tidak banyak diubah, kekokohan kusen-kusen pintu dan jendela dengan ukiran yang khas dan pagar-pagar yang sudah berkarat pun dibiarkan teronggok manis untuk setiap mata yang ingin meliriknya. Bahkan ada beberapa bangunan kuno yang masih dihuni di tempat ini yang sudah menjadi bangunan cagar budaya dan tidak boleh di pugar.
Betapa terbelalaknya saya ketika menyusuri Jalan KH Mansyur yang dikelilingi dengan bangunan tua ini. Suasana begitu ramai dan hiruk pikuk dengan orang-orang dan kendaraan berlalu lalang. Ini bukanlah hiruk pikuk biasa yang disebabkan kemacetan jalanan. “Hari jumat, harinya orang Arab.” Kilah ismail singkat dan membuat saya langsung paham akan keramaian ini. Di sepanjang kanan kiri jalan Nampak warung-warung masakan timur tengah yang ramai akan pembeli. Saya menyimak satu per satu menu-menu yang asing di lidah Jawa saya, mulai gule roti maryam, sate kambing muda, nasi briani, nasi kebuli, kambing oven, marak kambing, susu kambing, kopi rempah hingga jus korma. Saya juga melihat beberapa pria Arab yang terkenal dengan ketampanannya berlalu lalang dengan pakaian jubah putih lengkap dengan peci, sepertinya mereka sedang bersiap untuk salat tarawih. Wanita-wanita arab juga tak kalah menarik untuk diamati, mereka kebanyakan memakai jubah hitam seperti kebanyakan yang saya lihat di televisi, dan mereka sangat cantik dan anggun berlalu lalang naik becak di sepanjang jalan. Selaian makanan khas timur tengah, di sepanjang jalan ini juga ada beberapa toko milik orang arab yang berjualan bibit parfum, kurma, buku dan kitab, hingga jamu dan obat-obatan khas arab.
Di antara bangunan toko-toko kuno tersebut ada sebuah bangunan kuno yang lebih besar yang mencuri perhatian saya, Hotel Kemadjoean namanya. Di depan pintu hotel tersebut tertulis hotel itu sudah berdiri sejak tahun1928. Hotel kuno ini tetap ramai sampai sekarang karena selain harganya terjangkau dan antik, hotel ini telah turun temurun menjadi persinggahan para pedagang dari luar Pulau Jawa yang kulakan bahan dagangannya untuk dijual kembali di kota asal mereka. Seorang tukang becak yang menyapa saya bercerita bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kemeriahan hari jumat di sini, semua warga kampung arab dan para pedagang yang singgah bertumpah ruah dan bersuka cita di jalanan. Suasana ini tak ayal membuat saya berkhayal tingkat super seperti sedang berada di kota Damaskus kecil atau tepian kota Baghdad yang ramai.
Heritage track night ini saya lanjutkan terus hingga ke jalan panggung, makin menyusuri jalan panggung ini kita akan makin terbius dengan suasana kota tua. Bangunan kuno di jalan ini memang sudah tidak ditempati lagi oleh pemiliknya, hanya menjadi gudang-gudang tua tempat penyimpanan barang dagangan mereka. Di jalan ini juga ada sebuah masjid tempat para orang Arab kebanyakan menjalankan ibadahnya sehari-hari, Masjid Serang namanya. Jika anda ingin merasakan suasana tarawih yang berbeda saya menyarankan anda untuk salat di masjid Serang atau masjid-masjid lain di sekitar wilayah Ampel ini. Masjid-masjid disini menjalankan salat tarawih seperti di Makkah, dengan surat-surat pendek yang dibaca adalah satu jus Quran khatam perharinya, jadi pas sekali, tiga puluh hari Ramadan untuk tiga puluh jus Quran. Jalan Panggung ini juga terkenal dengan tempat praktek Habib-Habib Arab yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Ibu Rohmah, seorang wanita paruh baya berdarah Madura menceritakan kepada saya bahwa praktek Habib Syah-lah yang paling terkenal di wilayah ini, bahkan selain menyembuhkan penyakit, Habib Syah juga sering didatangi anggota DPR dan pejabat-pejabat ibu kota untuk meminta nasehat. Ibu Rohmah juga bercerita bahwa tarif pengobatan di Habib Syah adalah membayar semampunya untuk orang yang tidak mampu, wah sungguh mulia sekali perbuatan Habib Syah ini. Selain itu saya juga melihat banyak anak kecil berdarah arab yang berkeliaran di jalan ini, beberapa dari mereka nampak asyik bermain petasan dan membolos salat tarawih. Saya sempat bercakap-cakap dengan anak-anak berwajah tampan tersebut. Mereka bercerita bahwa mereka tidak bisa berbahasa Arab, bahkan mereka tampak sangat lancar sekali menggunakan Bahasa Jawa dan diselingi sedikit Bahasa Madura dalam percakapan mereka. Dari hal ini nampak bahwa akulturasi antara budaya Arab, Jawa dan Madura sudah menjadi sebuah harmoni yang berdampingan di daerah ini.
Saya pun melanjutkan track malam yang asyik ini ke arah Jalan Sasak, tidak jauh beda dengan suasana di Jalan KH Mansyur, di sepanjang jalan ini banyak pedagang di kanan kiri jalan, dari jalan ini ada sebuah pintu gerbang yang akan membuat kita langsung sampai di Masjid Ampel. Jalan sepanjang pintu gerbang ini adalah sebuah pasar yang padat dengan orang berdagang. Selain para pedagang yang berjualan pakaian, tasbih kokka (tasbih dari kayu yang dipakai nabi nuh untuk membuat kapal semeseta), kopyah, pernak pernik islam, di pasar ini juga ada pedagang yang berjualan benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan magic, di antaranya adalah batu akik dan bambu patil lele. Bambu ini adalah bambu langka yang mempunyai cabang peruasan yang tidak wajar, dalam kepercayaan Jawa bambu ini dipercaya dapat mengusir kejahatan dan mendatangkan rejeki. Wah, tenyata memang sungguh bermacam-macam sekali dagangan di pasar ini. Ibu muslimah, seorang pedagang pakaian muslim bercerita bahwa suasana pasar ini sengaja diciptakan seperti suasana Pasar Seng di Makkah, sehingga peziarah yang datang akan merasakan seperti sedang menjalankan ibadah haji. Wah, saya menjadi merasa beruntung sekali sudah mencicipi Pasar Seng made in Indonesia ini.
Suasana di masjid ampel sangatlah ramai, banyak peziarah yang datang untuk beribadah dan mengaji. Masjid kokoh yang pernah menjadi masjid terbesar kedua di Surabaya ini sudah berdiri sejak tahun 1421 Hijriyah, pendirinya adalah Sunan Ampel sendiri. Struktur bangunan yang ditopang dengan tiang-tiang kayu kokoh menunjukkan betapa megahnya masjid bertekstur Jawa dan sedikit Eropa kuno ini. Di dalam masjid ini juga ada kompleks perkuburan sunan wali songo, saya melihat banyak peziarah yang berdoa di sana, sayangnya di kompleks ini kita tidak boleh mengambil gambar, padahal cukup menarik untuk dilihat. Masjid ini tidak pernah sepi oleh peziarah, makin malam suasana akan makin ramai. Juru masjid bercerita kepada saya bahwa sejak malam ke-21 salat tarawih di Masjid Ampel selalu dialihkan menjadi tengah malam dengan harapan mendapat malam Lailatul Qadr, beliau juga menambahkan makin banyak hari Ramadan di masjid ampel malah makin ramai tidak seperti di masjid-masjid lain yang makin sepi jamaa’ahnya. Sungguh meriah sekali malam ramadan di kawasan Ampel dan juga di kota tua kampung Arab yang jarang sekali dilirik oleh peziarah. Saya sangat meng-highly recommended-kan tempat ini bagi para traveler pecinta budaya dan heritage trip. Kawasan ini juga mudah saja dicapai karena dekat dengan kota, kita bisa naik angkutan kota O jurusan pasar turi dan dilanjutkan dengan angkutan kota D jurusan ampel, atau kalau ingin yang lebih seru kita bisa naik becak dari JMP (Jembatan Merah Plaza) hingga berkeliling kawasan Ampel.
*tulisan ini dimuat di majalh infobackpacker edisi 9, untuk mendownload majalah klik di sini ya sayangs!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar